Kami menerima Sumbangan Buku, baru maupun layak baca. Relawan kami siap menjemput. Hub. 021.9156.9156

Mengenang Sebuah Taman Baca




Pada sebuah pagi, beberapa mahasiswa datang menata buku. Di sebuah taman, pada bangku marmer berwarna coklat muda dibawah rindang pakis dan hijau bunga-bunga disekitarnya. Hawa tanah masih basah oleh gerimis, yang turun malam sebelumnya. Perlahan mereka mengeluarkan buku dari kardus, menjejerkannya.



Pagi itu, sabtu di samping sebuah gedung kuliah yang megah, di sebuah taman. Aku langsung terbayang dengan Athena beberapa abad lampau. Saat itu seorang bijak, Socrates, mengajarkan kearifan kepada orang-orang muda juga di sebuah taman, taman akademos. Ia mengajarkan pengetahuan tentang hal yang sangat muskyl yakni “kebenaran”. Ia mempertanyakan kebenaran. Ia mempertanyakan mungkinkah manusia bisa mengerti kebenaran, ataukah cuma para dewa di Olympus sana yang mengerti. Ia mengajar mereka memakai nalar untuk mengerti alam semesta. Akhirnya sang bijak pun seperti tutur sejarah harus mati demi kebenaran yang dipahami oleh orang banyak. Ia kalah. Ia dipaksa minum racun karena dianggap mencemarkan kejernihan berpikir kaum muda. Meracuni mereka dengan sesuatu yang sangat berbahaya. Mempertanyakan kebenaran. Dan orang paling bijak dimuka bumi menurut ramalan Orakel di Delphi pun gugur.

Socrates, mengajarkan kearifan di sebuah taman. Sama juga dengan Kristus yang memberikan kotbah kepada para muridnya dari atas bukit. Mereka mengajarkan kebenaran pada sebuah tempat yang lapang. Tempat dimana hanya satu ukuran kebenaran, kebenaran itu sendiri. Mengajarkan kebenaran ditempat orang bisa datang dan pergi sesuka hati mereka. Karena sebuah taman, adalah negeri bebas. Negeri dimana tiap-tiap orang tidak perlu takut. Disana tidak ada penguasa.

Dan pagi itu aku melihat, Akademos, hadir di fakultas ini. Tak ada orang bijak disana yang hadir mengajarkan kearifan. Kearifan pun hadir dengan sendirinya, menjelma lewat untaian kata dan kalimat dari lembar-lembar kertas. Mata-mata itu menari, menyeruput hikmah, menjelajahi pengetahuan yang mungkin tersembunyi di setiap halaman. Lihatlah mereka menjelajah, menembus batas langit, larut dalam bacaan. Seperti meditasi yang dalam.

Apa yang paling menakutkan dari kepandiran? Utamanya jika kepandiran itu menyatu dengan kesombongan karena merasa diri paling mengerti kebenaran. Paling tahu segala hal. Mungkin kita harus belajar dari kejatuhan iblis. Sebelum Adam diciptakan, iblis adalah makhluk mulia setingkat malaikat. Ia terjerembab karena kesombongannya utntuk tidak mau bersujud dihadapan manusia yang diciptakan hanya dari tanah. Ia merasa lebih mulia karena diciptakan dari api. Ia tidak tahu bahwa makhluk itu lebih mulia dari apa pun karena Tuhan sendiri telah mengajarnya dengan ilmu. Tuhan mengajarkan manusia pengetahuan yang yang tidak diajarkan pada malaikat. Iblis pun berubah menjadi pandir, tidak tahu, namun teramat sombong, lalu jatuh dari firdaus.

Dan sebuah taman baca adalah obat kepandiran. Juga sebuah oase. Sebuah tempat yang netral. Siapa saja bisa singgah. Sebuah taman baca adalah penyambung lidah peradaban. Melalui buku ia menjaga semesta dengan rantai pengetahuan yang mungkin pernah dipahami manusia. Dan seorang pembaca adalah manusia yang merdeka. Merdeka atas dirinya sendiri. Merdeka untuk menjelajahi tempat-tempat yang mungkin tabu. Merdeka mengunyah ide-ide yang mungkin oleh para ustadz, pendeta atau alim adalah sesuatu yang terlarang. Karena jika seseorang tidak berani menyeberangi tapal, maka boleh jadi ia akan terjebak dalam kepandirannya sampai berkarat-karat.

Pada akhirnya , harapan. Berharap agar kecambah penguatan peradaban ini tetap tumbuh. Menghadirkan kearifan untuk lebih utuh melihat dunia. Dunia yang tidak hanya berwarna hitam atau putih. Namun disana ada bianglala. Dan biarlah taman baca ini tetap menghadirkan bianglala ditengah bekunya tembok-tembok beton Fakultas Kedokteran ini.

(…Terima kasih untuk adek-adekku yang tetap setia menjaga taman baca di kampus setiap Sabtu pagi, sekaligus mengingat upaya pelarangan buku oleh Kejagung yang sangat menakutkan itu…)


[+/-] Selengkapnya...

Dekapan Ibu Memengaruhi Tingkat Stres Anak



Stres tak hanya dialami orang dewasa, anak-anak pun dapat mengalami gangguan ini. Menurut spesialis kedokteran jiwa, dr. Agung Indriany, Sp.Kj. stres dapat terjadi sejak anak dalam kandungan hingga dewasa. Jika ibu hamil mengalami tekanan berat, misalnya karena suasana keluarga yang kurang harmonis, maka akan berdampak pada janin karena hal tersebut ditransfusikan dalam janin. Janin yang dikandung akan mengalami stres cukup berat dan bila dilahirkan akan cenderung mengalami kegelisahan, murung dan marah yang akan berpengaruh pada kualitas kehidupan si anak hingga menginjak remaja.


Stres tak hanya melanda saat dalam kandungan, setelah lahir pun stres dapat terjadi. Hal itu sebagai akibat dari proses perkembangan si anak itu sendiri. Stres pada anak usia dini cenderung diakibatkan karena pola asuh orangtua serta pemenuhan kebutuhan primer seperti makan dan minum yang kurang. Anak usia dini akan rewel, sulit makan, sulit dihibur, berat badan tak normal, dan anak kurang aktif. Itu merupakan gejala anak mengalami stres.
“Mengganti pola makan pada bayi juga bisa menyebabkan stres. Misalnya, biasanya satu hari makan tiga kali, diubah menjadi dua kali akan menyebabkan rasa marah pada bayi sehingga bayi menjadi rewel,” tuturnya. Selain itu, dekapan sang ibu memengaruhi tingkat perkembangan anak terutama dalam hal menghindari stres, misalnya ibu sibuk bekerja tanpa memperhatikan dan memberikan kasih sayang, anak bisa juga terkena stres.
“Stres tak memiliki batasan usia. Anak-anak cenderung mengalami stres karena pola pikir mereka yang belum sempurna, belum mampu memisahkan antara rasio dan kenyataan, selain itu karena daya nalar kurang. Seperti acara film anak di TV, adegan film kartun yang memperlihatkan manusia digiling truk namun masih bisa berdiri, mereka anggap adalah kejadian nyata. Mereka belum bisa membedakan yang mana kenyataan dan adegan,” katanya.
Menginjak usia remaja, daya tahan anak terhadap stres makin meningkat. Agung menyebutkan, penyebab stres anak berusia 12 tahun ke atas didominir oleh pertumbuhan fisiknya. “Saat anak perempuan mengalami menstruasi pertama akan timbul rasa cemas,” katanya. Remaja pada usia ini mengalami masa perkembangan yang labil, yang dapat mengubah perilakunya, seperti tak ingin dianggap masih kecil, ingin mandiri bahkan tak ingin diatur. Untuk menghadapi hal ini, orangtua harus proaktif mengadakan pendekatan dengan si anak. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara berkomunikasi dengan anak layaknya sebagai teman, selain itu komunikasi antarorangtua juga harus lancar. Komunikasi dapat dilakukan dengan cara berekreasi bersama keluarga, makan bersama, atau menyempatkan waktu berkumpul antaranggota keluarga.
Jika orangtua tak mengerti saat anaknya mengalami stres, bisa menyebabkan adanya jalan buntu. Orangtua yang telah melakukan pendekatan dengan anak, akan mampu membuat anak lebih terbuka dan percaya bahwa kita sebagai orangtua adalah teman curhat terbaik. Dalam komunikasi yang telah dijalin, orangtua dapat menyisipkan suatu nasihat, menanamkan etika dan moral serta memberikan pandangan sebab-akibat. “Jadi dengan ini, tiap hendak melakukan tindakan negatif anak akan berpikir dua kali. Kita tak perlu melarang anak dengan aturan yang membuatnya tertekan sehingga mampu memicu stres,” ujarnya.
Melalui pengalaman-pengalaman yang telah dia lakukan dari kecil hingga menginjak usia remaja, serta cara kita mendidik bagaimana anak menghadapi masalah, menjadi solusi utama bagi anak menghindari stres. “Orangtua jangan terus membantu anaknya saat anaknya didera masalah. Biarkan anak belajar menyelesaikan masalahnya. Orangtua hanya bertugas memantau perkembangannya. Jika si anak sudah tak mampu, barulah peran orangtua diperlukan,” ungkapnya.
Stres terdiri dari beberapa tingkatan. Stres dalam skala ringan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seperti ketika si anak akan berangkat sekolah, hujan turun dan tak ada payung. Karena waktu mendesak, anak menjadi panik sehingga timbullah rasa cemas. Solusi menghindari stres adalah dengan bersikap tak panik saat ada masalah. Rasa panik mampu membuat pikiran buntu, sehingga jalan keluar tak dapat dipikirkan. Jika perasaan tenang, masalah dapat diatasi. Stres dengan skala berat misalnya ketika anak menyaksikan orangtua bercerai atau ketika mengalami peristiwa pelecehan seksual. Sedang untuk tingkat terberat dapat berupa tragedi bom, tsunami dan memerlukan waktu lama untuk penyembuhannya. Ketiga tingkatan tersebut mampu membuat perubahan tingkah laku pada anak.
Daya tahan orang menghadapi stres berbeda-beda. Untuk itu orangtua perlu mengetahui tingkatan stres yang dialami anaknya, karena hal tersebut akan memengaruhi pola asuh orangtua terhadap anak. “Jika orangtua memiliki anak lebih dari satu, pola pengasuhannya harus dibedakan disesuaikan dengan daya tahan stresnya,” ungkap Agung. Orangtua dapat mengetahui daya tahan stres anak-anaknya dengan melihat kejadian sehari-hari.
Permasalahan yang terjadi pada remaja salah satunya adalah materi pelajaran yang menumpuk. Agar tak menimbulkan stres perlu diadakan bimbingan serta dengan adanya jadwal kegiatan bermain, belajar, hingga bersosialisasi dengan lingkungan. Hal tersebut sudah tentu harus ditaati oleh anak. Pengaturan waktu sebagai upaya menghindari rasa panik anak menghadapi segala kegiatan menumpuk, sehingga dengan jadwal waktu bermain akan ada. -lik

[+/-] Selengkapnya...

MeceT dan Anak Sekolah



Pusing memikirkan kemacetan arus lalu lintas di ibukota berimbas pada anak-anak sekolah dijadikan kelinci percobaan. Pemprov DKI Jakarta sudah membuat ancang-ancang memajukan jam sekolah di wilayah itu. Dari biasanya masuk pukul 07.00 WIB dimajukan 30 menit sehingga anak-anak sekolah di Jakarta wajib memulai jam pelajarannya pada pukul 06.30 WIB.


Sudah barang tentu, ketentuan tersebut menimbulkan pro dan kontra. Bisa saja Pemprov DKI membuat ketentuan baru, namun belum tentu dapat mengatasi kemacetan di ibukota. Sebab, kemacetan di ibukota tidak hanya pada saat jam masuk sekolah atau saat pulang sekolah, tetapi sudah terjadi setiap saat baik pagi, siang, sore hingga pukul 21.00 WIB. Setelah itu baru kelihatan jalanan lengang hingga pukul 06.00 WIB.

Justru itu, perlu dikaji lebih mendalam oleh para pakar lalu lintas dengan melibatkan berbagai pihak terkait, apakah dengan memajukan jam sekolah di pagi hari dapat menyelesaikan masalah kemacetan di ibukota. Kalau tingkat efektifnya rendah lebih baik dibatalkan saja. Sebab, memajukan jam sekolah sama halnya mengorbankan anak-anak sekolah.

Sebab, mereka sudah harus berangkat ke sekolah pukul 05.30 WIB. Tidak punya waktu lagi untuk berbedah diri, berolahraga pagi, bahkan sarapan pagi pun bisa terganggu (tak sempat lagi), belum lagi dilihat dari aspek psikologi dan keamanan harus berangkat pagi.

Hemat kita, kebijakan memajukan jam masuk anak sekolah adalah putusan sepihak. Masalahnya kemacetan di ibukota sudah berlangsung lama dan berbagai upaya dilakukan tidak banyak mengatasi kemacetan, termasuk pengadaan busway dll.

Dan kalau tidaka ada upaya sungguh-sungguh, yang benar-benar luar biasa, maka kemacetan di ibukota dipastikan akan semakin parah, sehingga pada tahun 2015 nanti diperkirakan kemacetannya sangat luar biaa sehingga begitu ke luar rumah sudah macet.

Kita sependapat dengan pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo yang mengatakan, solusi utama mengatasi kemacetan bukanlah memajukan jam sekolah tetapi memperbaiki moda transportasi massal Jakarta agar tercipta sebuah angkutan umum yang aman dan nyaman.

Jadi, yang harus dilakukan adalah membenahi dan menciptakan transportasi massal yang aman dan nyaman agar kalangan kelas menengah ke atas mau berpindah ke kendaraan umum. Saat ini, beragam jenis kendaraan umum yang terdapat di ibukota masih belum bisa memberikan hal tersebut termasuk kendaraan andalan Pemprov DKI, yaitu busway.

Sudah harga tiketnya mahal kenyamanannya pun tidak memadai sehingga masyarakat kelas menenagah ke atas lebih memilih menggunakan mobil pribadi, sedangkan pengguna sepedamotor semakin bertambah banyak.

Tak pelak lagi, pejabat Pemprov DKI harus mau belajar ke negara-negara lain yang sudah dapat mengelola arus lalulintasnya dengan baik sehingga kemacetannya tidak parah. Yang pasti, diperlukan sarana dan prasrana transportasi yang memadai, terutama mengembangkan kebijakan transportasi massal yang sifatnya komprehensif dan tidak berpegang kepada beragam kebijakan yang sifatnya sektoral seperti terus-menerus membangun jalan layang atau menggembok kendaraan yang parkir liar.

Kita pun melihat dampak negatif memajukan jam sekolah semakin pagi, di mana secara psikologi anak akan terganggu dengan memajukan jam belajar. Anak juga tidak akan bersemangat untuk bersekolah, karena terlalu pagi.

Sehingga bersekolah menjadi semacam keterpaksaan, sebagaimana dikatakan anggota KPAI Ir Satriyandaningrum di Jakarta. Bila kemacetan lalu lintas di Jakarta dikaitkan dengan padatnya arus kendaraan saat-saat jam masuk sekolah, itu lebih pada siswa-siswa yang rumahnya jauh dari sekolah.

Nah, ke depan harus ada ketentuan rayonisasi agar siswa memilih sekolah di sekitar tempat tinggalnya. Kalau sistem rayonisasi ini berjalan dengan baik, tanpa melihat kualitas sekolahnya, seperti unggulan atau tidak, maka tidak perlu terjadi kemacetan oleh anak-anak sekolah.

Oleh karena itu, keberadaan sekolah harus tersebar ke semua wilayah, dan kualitasnya dibuat merata sehingga warga pasti memilih sekolah yang tidak jauh dari rumah. Hemat biaya, waktu, dan tidak menimbulkan kemacetan.

[+/-] Selengkapnya...

Indonesia Book Fair 2008: Petualangan Lewat Dunia Kata!


Indonesia Book Fair 2008 merupakan pameran buku bertaraf Internasional. Bisa jadi, pemeran buku kali ini memang bagaikan ‘surga’ bagi khalayak masyarakat. Mulai dari buku-buku ilmiah kedokteran, sastra, hingga ke komik-komik langka, semuanya ada di sini.


Setiap tahunnya, Indonesia Book Fair selalu tampil dengan tema-tema kedaerahan. Upayanya, adalah untuk melestariakn budaya nasional dan memotivasi para penerbit local yang ada di daerah-daerah. Sejak tahun 2005 hingga 2007, Indonesia Book Fair telah mengangkat tema: The Rise of Aceh (2005), The Growth of Papua (2006) dan Gorontalo The Hidden Paradise (2007). Kini, giliran Sumatera Barat yang dilirik, kemudian temanya ditulis sebagai The Heritage of Ranah Minang.

Indonesia Book Fair 2008 digelar di Main Lobby, Jakarta Convention Centre tanggal 12 s/d 16 November 2008. Acara ini adalah pameran industri penerbitan buku bertaraf internasional dan merupakan agenda rutin tahunan dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI).

Dalam pidato pembukaannya, Robinson Rusdi, Ketua Panitia Indonesia Book Fair 2008 menyatakan, “ Indonesia Book Fair bukan hanya acara pameran saja, tapi juga menjadi momen yang sangat baik untuk mengajak dan memperkenalkan penulis-penulis nasional kepada khalayak ramai dan penerbit-penerbit di tanah air.”

Ini adalah yang ke-28 kalinya, Indonesia Book Fair digelar di tanah air. Dengan latarbelakang untuk meningkatkan minat baca dan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia, acara ini juga diisi oleh berbagai acara kreatif dan unjuk kemampuan. Diantaranya, dari penerbit Ganeca hari pertama pameran telah melaksanakan babak penyaringan test kemampuan bidang sains untuk murid-murid dari 62 SMP se-Jabodetabek.


Di sudut lain, ada lomba gambar yang juga digelar pihak panitia untuk murid-murid Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Pesertanya di hari pertama cukup banyak, mencapai angka 50-an orang anak.

Selain itu, ada acara Book Launching, Book Review, Book Signing, Workshop Storytelling, Mini Library, dan Sumbang Buku.

Yang juga menarik untuk dilirik adalah stand yang menjual buku-buku langka. Dari mulai buku teks, hingga komik-komik karangan RA. Kosasih dan komik-komik Tintin, juga ada di sana. Ada beraneka varian buku yang tak hanya dipamerkan tapi juga dijual dengan harga yang sangat murah. Hanya dengan Rp 10.000,-, anda bisa membaca Kumpulan Esai Iwan Simatupang, bahkan buku kumpulan esai karangan Garin Nugroho.

Mau berburu buku-buku baru juga ada di sana. Datangi Indonesia Book Fair 2008, bagaikan berangkat bertualang ke negeri-negeri baru melalui dunia kata-kata! Mungkin anda akan betah berlama-lama di sana. IndofamilyNet. (ayu)

[+/-] Selengkapnya...

Presiden Ajak Anak Jalanan Nonton Laskar Pelangi


Kegigihan dan semangat anak-anak Belitung untuk bersekolah dalam kondisi terbatas yang tergambar dalam film Laskar Pelangi menarik perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden dan Ibu Ani Yudhoyono beserta putranya Edhie Baskoro pun mengajak sejumlah anak jalanan untuk menonton bersama, di Auditorium I Blitz Megaplex, Rabu (8/10) malam.

Tampak hadir bersama juga beberapa menteri anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) dan artis pendukung film tersebut menyaksikan film itu. Menteri yang ikut menonton yakni Mensesneg Hatta Rajasa, Menkominfo Muhammad Nuh, Menbudpar Jero Watjik dan Mendiknas Bambang Sudibyo serta Gubernur Bangka Belitung Eko Maulana.

Sutradara Riri Riza, produser Mira Lesmana, dan pengarang novel Laskar Pelangi Andrea Hirata ikut menemani presiden menyaksikan film tersebut. Artis pendukung film itu seperti Slamet Raharjo, Jajang C Noer, Mathias Muchus, Ikranegara, Aryo Bayu, serta penyanyi tema lagu itu Giring dari grup band Nidji juga turut hadir.
Presiden dalam kesempatan itu mengatakan, kehadirannya menyaksikan film ini adalah untuk mengapresiasi sebuah karya seni hasil kerja putra-putri bangsa.

"Kita di sini bukan pesta pora tetapi untuk memberikan apresiasi yang tinggi atas karya seni yang indah dan dukungan terhadap anak-anak," kata Presiden di tengah kelesuan ekonomi global yang juga berimbas ke Indonesia. Menurutnya, film ini menggambarkan bahwa setiap anak-anak Indonesia memerlukan kasih sayang agar bisa menjalin masa depan yang indah seperti anak-anak lain.



Ia mengatakan film tersebut membangkitkan semangat dan karakter bangsa yang ingin maju. Film Laskar Pelangi, menurut Presiden, menunjukkan karakter dan semangat anak-anak Indonesia yang gigih, berjuang merebut masa depannya.

[+/-] Selengkapnya...

BERSYUKUR DAN BERJUANG

Alkisah, di beranda belakang sebuah rumah mewah, tampak seorang anak sedang berbincang dengan ayahnya. "Ayah, nenek dulu pernah bercerita kepadaku bahwa kakek dan nenek waktu masih muda sangat

miskin, tidak punya uang sehingga tidak bisa terus menyekolahkan ayah. Ayah pun harus bekerja membantu berjualan kue ke pasar-pasar."Apa betul begitu, Yah?" tanya sang anak.

Sang ayah kemudian bertanya, "Memang begitulah keadaannya, Nak. Mengapa kau tanyakan hal itu anakku?"

Si anak menjawab, "Aku membayangkan saja ngeri, Yah. Lantas, apakah Ayah pernah menyesali masa lalu yang serba kekurangan, sekolah rendah dan susah begitu?"

Sambil mengelus sayang putranya, ayah menjawab, "Tidak Nak, ayah tidak pernah menyesalinya dan tidak akan mau menukar dengan apa pun masa lalu itu. Bahkan, ayah mensyukurinya. Karena, kalau tidak ada penderitaan seperti itu, mungkin ayah tidak akan punya semangat untuk belajar dan bekerja, berjuang, dan belajar lagi, hingga bisa berhasil seperti saat ini."

Mendapat jawaban demikian, si anak melanjutkan pertanyaannya, "Kalau begitu, aku tidak mungkin sukses seperti Ayah, dong?"

Heran dengan pemikiran anaknya, sang ayah kembali bertanya, "Kenapa kau berpikir tidak bisa sukses seperti ayah?"

"Lho, kata Ayah tadi, penderitaan masa lalu yang serba susahlah yang membuat Ayah berhasil. Padahal, aku dilahirkan dalam keluarga mampu, kan ayahku orang sukses," ujar si anak sambil menatap bangga ayahnya. "Ayah tidak sekolah tinggi, sedangkan Ayah menyuruhku kalau bisa sekolah sampai S2 dan menguasai 3 bahasa, Inggris, Mandarin, dan IT. Kalau aku ingin sukses seperti Ayah kan nggak bisa, dong. Kan aku nggak susah seperti Ayah dulu?"

Mengetahui pemikiran sang anak, ayah pun tertawa. "Hahaha, memang kamu mau jadi anak orang miskin dan jualan kue?" canda ayah.

Digoda sang ayah, si anak menjawab, "Yaaaah, kan udah nggak bisa memilih. Tapi kayaknya kalau bisa memilih pun, aku memilih seperti sekarang saja deh. Enak sih, punya papa mama baik dan mampu seperti papa mamaku hehehe."

Sang ayah lantas melanjutkan perkataannya, "Karena itulah, kamu harus bersyukur tidak perlu susah seperti ayah dulu. Yang jelas, siapa orangtua kita dan bagaimana keadaan masa lalu itu, kaya atau miskin, kita tidak bisa memilih, ya kan? Maka, ayah tidak pernah menyesali masa lalu. Malah bersyukur pada masa lalu yang penuh dengan penderitaan, dari sana ayah belajar hanya penderitaan hidup yang dapat mengajarkan pada manusia akan arti keindahan dan nilai kehidupan. Yang jelas, di kehidupan ini ada hukum perubahan yang berlaku. Kita bisa merubah keadaan jika kita mau belajar, berusaha, dan berjuang habis-habisan. Tuhan memberi kita segala kemampuan itu, gunakan sebaik-baiknya. Dimulai dari keadaan kita saat ini, entah miskin atau kaya. Niscaya, semua usaha kita diberkati dan kamu pun bisa sukses melebihi ayah saat ini. Ingat, teruslah berdoa serta berusaha. Belajar dan bekerjalah lebih keras dan giat. Maka, cita-citamu akan tercapai."

Pembaca yang budiman,
Pikiran manusia tidak mungkin mampu menggali dan mengetahui rahasia kebesaran Tuhan. Karena itu, sebagai manusia (puk nen sien cek) kita tidak bisa memilih mau lahir di keluarga kaya atau miskin. Kita juga tak bisa memilih lahir di negara barat atau di timur dan lain sebagainya.

Maka, jika kita lahir di keluarga yang kaya, kita harus mampu mensyukuri dengan hidup penuh semangat dan bersahaja. Sebaliknya, jika kita terlahir di keluarga yang kurang mampu, kita pun harus tetap menyukurinya sambil terus belajar dan berikhtiar lebih keras untuk memperoleh kehidupan lebih baik. Sebab, selama kita bisa bekerja dengan baik benar dan halal, Tuhan pasti akan membantu kita! Ingat, bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang, tanpa orang itu mau berusaha merubah nasibnya sendiri.

Terus berjuang, raih kesuksesan!
Salam sukses luar biasa!!!

[+/-] Selengkapnya...